Siswa tidak dapat membaca. Mengapa demikian? Kasus siswa tidak dapat membaca di beberapa daerah sepertinya menjadi trending topik didiskusikan oleh banyak kalangan pemerhati masalah pendidikan dan tumbuh kembang anak.
Dari diskusi yang berlangsung kemudian banyak anggota masyarakat yang ikut mempertanyakan mengapa para siswa tidak dapat membaca dalam proses belajarnya di sekolah. Adakah berbagai hal yang menjadi pemicunya?
Permasalahannya tentu akan menjadi sangat rumit ketika siswa di sekolahnya mereka tidak dapat membaca. Dengan tidak dapat membaca mereka tentunya akan kesulitan dalam meningkatkan kualitas dirinya dan juga dalam upayanya mengembangkan kepribadiannya.
Kualitas diri siswa akan terwujudkan bergantung dari sejauhmana siswa dapat mengakses berbagai pengetahuan dari proses belajar yang dialaminya di sekolah. Pengetahuan akan terakses dengan baik dan terarah saat siswa dapat membaca. Dari aktivitas membaca para siswa akan bisa mengembangkan cakrawala berpikirnya.
Agar persoalan siswa yang tidak dapat membaca sebagaimana yang ramai didiskusikan terpecahkan kami mengajak Psikolog ambil bagian menguraikan persoalan dimaksud. Dari penjelasannya akan diperoleh gambaran terkait berbagai hal yang ikut menjadi pemicu siswa tidak dapat membaca dalam proses belajarnya di sekolah.
Untuk menjawab berbagai persoalan para siswa dalam proses belajarnya di sekolah dia tidak dapat membaca, Psikolog Drs. H. Syamsul Bukhari, M.Kes dari Lembaga Psikologi “Katarsis” Mataram memberikan penjelasan.
Secara umum menurutnya kesulitan membaca disebabkan oleh beberapa hal diantaranya keterbatasan keterampilan dasar membaca seperti mengenali huruf, memahami bunyi huruf, atau menggabungkan bunyi-bunyi huruf menjadi kata-kata, kurangnya minat dan motivasi siswa dalam membaca serta kurangnya adanya dukungan dari lingkungan sekitar seperti orang tua dan guru.
Kemudian dia menjelaskan secara khusus terdapat dua faktor penyebab para siswa tidak dapat membaca dalam proses belajarnya di sekolah diantaranya dipicu oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal berupa peran orang tua terutama dalam hal memberikan perhatian cara belajar anak di rumah, termasuk memberikan motivasi dan keadaan sekolah dimana guru memegang peran penting terutama dalam memperhatikan perkembangan peserta didik melalui interaksi yang intens dan juga terhadap masalah-masalah yang dihadapi siswa di sekolah.
Faktor internal diantaranya disebabkan oleh karena siswa kurang mengenal huruf, menghilangkan huruf, membaca kata demi kata, adanya gangguan disleksia, hambatan pada persepsi ruang dan bentuk sehingga mengalami kesulitan dalam membedakan huruf, hambatan kognitif dan kurangnya konsentrasi.
“Berbagai kesulitan dimaksud terjadi pada fase pra sekolah yaitu antara usia empat sampai lima tahun”, katanya.
Berikutnya Psikolog Dr. Lalu Yulhaidir, S.Psi., M.Psi dari pengalaman prakteknya menemukan beberapa hal yang ikut menjadi pemicu para siswa tidak dapat membaca dalam proses belajarnya di sekolah.
Kata dia ada beberapa kondisi di lapangan yang menjadi penghambat para siswa tidak dapat membaca dalam proses belajarnya. Hal yang menghambat tersebut antara lain;
1. Kurang stimulasi (baik dari guru ataupun orang tua, hingga rendahnya motivasi belajar siswa untuk bisa membaca teks dan memahami maknanya);
2. Hambatan psikologis (utamanya kognitif dan bahasa);
3. Peran makro juga kerapkali berpengaruh bahwa masyarakat kita masih perlu meningkatkan budaya membaca sebagai stimulus eksternal yang memicu perilaku membaca pada peserta didik;
5. Perlu lebih aware saat periode sensitif baca pada anak.
Menurutnya di periode sensitif potensi membaca siswa bisa dioptimalkan dengan metode mengajar membaca dan memaknai teks melalui langkah langkah yang lebih bermakna dan memorable.
“Peningkatan potensi membaca tersebut bisa dengan menggunakan beberapa metode yang populer melalui RAUDHOH, AHE, Smart Card, Metode Cantol, Metode Tepuk Baca dan Aneka Metode Kreatif lain yang merangsang minat membaca anak lebih tinggi”, ujarnya.
Psikolog Yulhaidir juga mengungkapkan adanya beberapa metode kreatif untuk meningkatkan minat membaca yang kerapkali memiliki standar dalam mengajarkan membaca pada anak. Adapun metode kreatif tersebut adalah;
1. Memiliki level dan tahapan yang sesuai dengan alur dan jalur kemampuan membaca, mulai dari kemampuan melafalkan huruf, dilanjutkan dengan mengidentifikasi huruf, kemudian mengenal dan menghafal huruf yang dilanjutkan dengan merangkai huruf menjadi suku kata, kemudian berlanjut merangkai huruf berkonsonan, dan dilanjutkan dengan membaca kata sederhana hingga kata yang lebih kompleks. Setelah itu tentunya anak anak perlu ditemani memaknai arti kata dan pesan yang terkandung di dalamnya;
2.Memiliki alat peraga yang disesuaikan dengan usia anak, dapat berupa kartu, gambar yang menjadi cantolan huruf dan kata, juga bisa berupa alat peraga audio lain, hingga melibatkan gerak tertentu sebagai cantolan huruf yang lebih menarik untuk proses belajar yang lebih bermakna, lebih atraktif, lebih dinamis dan lebih memungkinkan hadirnya engagament yang tinggi dalam belajar membaca; dan
3. Memiliki ragam metode yang lebih variatif, termasuk standard performa guru yang lebih interaktif bersama anak saat membrsamai anak (siswa).
“Tuntutan usia membaca umumnya adalah pada usia enam sampai tujuh tahun (pre school akhir), khususnya untuk menyambut tugas tugas akademik di jenjang Sekolah Dasar (SD) yang membutuhkan kemampuan membaca lebih tinggi”, tutupnya. (*)