Jakarta – metrodompu.com, Persoalan minyak goreng belum sepenuhnya selesai. Banyak keluarga di Indonesia mengeluhkan minyak goreng mahal dan langka. Hal itu menjadi perhatian DPP LDII dan politisi DPR, yang meminta pemerintah dan masyarakat meresponnya dengan bekerja sama.
“Bagi kami yang merupakan bagian masyarakat, fenomena ini menyedihkan. Ada seorang ibu meninggal dunia, saat antre minyak goreng. Padahal informasinya produksi minyak goreng mencukupi untuk kebutuhan nasional,” ujar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, saat dijumpai usai bertemu anggota DPR RI Fraksi Golkar di Kantor DPP LDII, Jakarta (14/3).
Ia mengatakan bila produksi minyak goreng telah mencukupi, artinya pemerintah perlu meningkatkan pengawasan. Agar, pasokan untuk dalam negeri tercukupi, “Tidak ada yang diam-diam mengekspor melebihi batas yang ditetapkan pemerintah,” imbuhnya.
Menurutnya, pengetatan pengawasan ini penting, “Karena lama-kelamaan, masyarakat yang panik bisa menciptakan rush, sehingga berani melanggar, memberanikan diri menyimpan yang sebenarnya juga sedikit. Tapi kalau masyarakat yang menyimpan jutaan tentu minyak goreng yang tersimpan juga otomatis jadi banyak,” ujar KH Chriswanto.
Ia berharap pemerintah mengawasi dengan ketat, sehingga produksi minyak goreng yang mencukupi kebutuhan nasional tersebut bisa terdistribusi dengan baik, “Dengan pengawasan ketat, tidak lagi terjadi antrean,” katanya. Ia mengimbau masyarakat harus sabar dan pemerintah harus lebih teliti, dengan demikian tumbuh kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam menangani tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko mengatakan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), produksi minyak sawit mentah (CPO) mencukupi, “Tapi persoalannya memang pada pengawasan, benarkah yang 70 persen diekspor dan 30 persen untuk kebutuhan dalam negeri?,” tukasnya.
Singgih menyebut, bila produksi untuk dalam negeri tidak cukup juga, ia meminta pemerintah meningkatkan pasokan untuk dalam negeri mencapai 40 persen, “Bila masih langka, ya kami meminta pemerintah menghentikan ekspor sampai kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi,” ujarnya. Sebagai penghasil CPO nomor satu dunia, sangat tidak wajar bila terjadi kelangkaan minyak goreng.
Senada dengan KH Chriswanto Santoso, Singgih meminta pemerintah harus meningkatkan pengawasan, “Jangan sampai jatah 30 persen di dalam negeri, ternyata ada penyelundupan ke luar negeri hingga 40 persen,” kata Singgih.
Menurut Singgih, pengusaha pasti ingin laba besar. Apalagi harga CPO dunia sedang tinggi-tingginya, tentu ini menggiurkan pengusaha, “Pengusaha maunya begitu, tapi pemerintah juga meminta tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Kasarnya, mereka berbisnis di atas tanah negara, jadi memiliki kewajiban untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng dalam negeri,” ujarnya. (MD/tim)