Oleh : Firmansyah, S.Psi., M.MKes
Di banyak aktivitas yang dilakukan individu di kehidupan yang dilewatinya tidak terkecuali di kehidupan rumah tangga sering terjadi apakah hal itu dilakukan dengan disengaja ataupun tidak disengaja yaitu bertindak hal yang tidak mengenakan hati pasanganya.
Disadari ataupun tanpa disadari, individu (suami istri) dalam interaksinya di rumah tangga mempraktekan tindakan yang tidak pada tempatnya yang membuat suami istri atau keduanya merasa terluka batinnya.
Rumah tangga itu adalah areal dimana pasutri dapat berinteraksi secara baik dan bijak antara satu dengan lainnya untuk menyandarkan diri meraih keteduhan, kedamaian, kebahagiaan, dan cinta yang tulus.
Rumah tangga juga adalah wadah bagi suami istri untuk mendapatkan kasih sayang, penghargaan, pengakuan, penghormatan, pengharapan dan lainnya yang membuat mereka saling menguatkan satu sama lainnya.
Pentingnya hal yang baik agar bisa dirasakan suami istri dalam kehidupan rumah tangga di pesta pernikahan yang pernah dan biasa disaksikan sering pasutri yang menikah didoakan oleh para tamu undangan yang hadir.
Do’a dipanjatkan agar kedua mempelai yang sedang berbahagia menjadi raja dan ratu sehari mendapatkan kebahagiaan dan keberkahan hidup dunia dan akhirat kemudian keduanya mampu menjalani kehidupan (bahtera) keluarga yang sakinah mawadah warahmah.
Ada banyak do’a yang bisa dipanjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala, untuk mendapatkan kebahagiaan berumah tangga. Do’a tersebut sering dipanjatkan saat sanak keluarga kita melangsungkan pesta pernikahan. Salah satu dari do’a itu adalah sebagai berikut;
Wa min aayaatihiii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajal litaskunuuu ilaihaa wa ja’ala bainakum mawad dataw wa rahmah. Inna fii zaalika la Aayaatil liqawminy yatafakkaruun. (Q.S. Ar-Rum: 21).
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Doa lainnya: Allâhummaj’al hâdzal ‘aqda ‘aqdan mubârakan ma’shûman wa alqi bainahumâ ulfatan wa qarâran dâiman wa lâ taj’al bainahumâ firqatan wa firâran wa khishâman wakfihimâ mu’natad dunyâ wal âkhirah
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah akad ini sebagai ikatan yang diberkahi dan dilindungi, tanamkan di antara keduanya kerukunan dan ketetapan yang langgeng, jangan Engkau jadikan di antara keduanya perpecahan, perpisahan dan permusuhan, dan cukupi keduanya bekal hidup di dunia dan akhirat.”
Selang beberapa lama dalam mengarungi bahtera rumah tangga kemudian muncul satu persatu hal yang tidak mengenakan hati pasangan seperti berlaku kasar, hanya mau menang sendiri (egois), tidak menghargai dan menghormati satu sama lainnya.
Dari berbagai problem yang muncul kepermukaan ada pasutri yang bisa bersabar menerima keadaan tersebut sebagai sebuah ujian dan cobaan sehingga membuat mereka dapat bertahan dan mampu menjaga keutuhan rumah tangganya.
Berikutnya dari ujian dan cobaan yang datang menerpa rumah tangga ada juga pasutri yang akhirnya tidak bisa bersabar untuk menerima keadaan yang terjadi bahkan dengan problem yang muncul satu dengan lainnya saling menyalahkan sebagai pribadi yang tidak punya tanggungjawab.
Dengan ujian dan cobaan yang datang seharusnya pasutri bisa berbesar hati untuk menerima ujian dan cobaan tersebut bukan malah saling melemahkan atau menyalahkan satu dengan lainnya dengan menuding telah berkhianat dan lari dari tanggungjawabnya.
Karena tidak bisa bersabar dan berbesar hati dalam menerima ujian dan cobaan yang datang menerpa rumah tangga membuat pasutri merasa kecewa, benci, marah, sedih, bingung, muak, khawatir, dendam, benci dengan pasangannya yang kemudian membuat rumah tangga mengalami kegoncangan.
Membangun dan mempertahankan rumah tangga agar berjalan normal sebagaimana yang diharapkan memang bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan komitmen yang kuat lagi tinggi dan juga pengorbanan masing-masing pihak untuk mewujudkannya.
Komitmen dan pengorbanan dimaksud dibutuhkan untuk saling menguatkan dan salig memberi arti dan penghargaan antara satu dengan lainnya bukan untuk saling melemahkan. Komitmen dan pengorbanan yang dibuat akan mengokohkan hubungan pasutri dalam banyak hal di rumah tangga.
Ada suka dan duka juga ada angin dan gelombang yang akan menerpa pasutri dalam rumah tangga sebagai ujian dan cobaan yang harus dihadapi. Bagaimanapun besar kecilnya ujian dan cobaan itu agar rumah tangga terus berfungsi sesuai yang diharapkan kedewasaan kedua belah pihak (suami istri) untuk mensikapi secara baik dan bijak berbagai persoalan yang terjadi di rumah tangga sangat diperlukan.
Adanya hal yang tidak diinginkan dan mengecewakan di rumah tangga membuat perasaan suami istri terluka batinnya dan menyebabkan rumah tangga menuai banyak problem. Problem yang kemungkinan bisa muncul misalnya terjadi percekcokan, perkelahian, saling membenci, menuding, menyalahkan, menghina, memberontak, dan mencaci maki.
Ketidakdewasaan pasutri dari berbagai problem yang muncul akan membuat hubungan suami istri terganggu bahkan akan renggang dengan menampakan tindakan seperti menunjukan ketidak rukunan, ketidak patuhan, ketidak taatan, tidak saling memperhatikan dan hanya mau menang sendiri tanpa ada yang mau mengalah kemudian problem tersebut berujung pada perceraian keduanya.
Besar kecilnya problem rumah tangga sebagaimana yang disebutkan ikut mempengaruhi keluarga sehingga mereka tidak mampu menjalankan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Fungsi penting keluarga akan berjalan saat suami istri di rumah tangga kompak bekerjasama saling percaya antara satu dan lainnya menghilangkan prasangka atau perasaan negatif dan berupaya keras membangun perasaan yang positif antara keduanya.
Apabila kondisi yang negatif tersebut tidak disadari dengan terus membiarkannya berlangsung tanpa bisa diselesaikan sepenuhnya berdampak yang tidak baik bagi kelangsungan hidup rumah tangga itu sendiri. Energi pasutri akan terkuras habis bila diinteraksi suami istri di rumah tangga tidak berjalan baik dengan terus mempraktekan hal-hal yang negatif. Sebaliknya energi suami istri akan meningkat lebih baik bila dalam interaksi yang berlangsung sering terjadi hal-hal yang positif.
Tidak bisa dipungkiri bahwa menyatukan dua pribadi berbeda dari segi pemikiran maupun perilaku adalah hal yang tidak mudah sebagaimana membolakbalikan kedua telapak tangan. Butuh waktu dan proses bagi suami istri untuk bisa saling memahami satu dengan lainnya dan juga dapat membina kehidupan yang selaras penuh bahagia bagi keduanya.
Namun demikian adanya memutuskan diri berumah tangga atau membangun hidup bersama dalam wadah keluarga ada konsekuensi yang harus diterima dan dipenuhi kedua belah pihak (suami istri). Membangun rumah tangga itu penting dan perlu kehadiran bersama kedua belah pihak (suami istri) bukan berperan sendiri sendiri.
Dalam rumah tangga yang dijalaninya pasutri akan saling berkolaborasi dan bersinergi satu sama lain. Mereka akan berjuang dan berkorban bersama untuk kebaikan dan keberkahan semua pihak (suami istri). Agar berlangsung harmonis, damai, aman dan terarah kedua belah pihak dalam memainkan perannya tidak boleh berjalan diatas egonya masing-masing. Kedua belah pihak harus terlibat dan berbuat bersama guna kebaikan rumah tangganya.
Membina kehidupan berumah tangga agar berjalan baik dan tidak saling mengecewakan antara satu dan lainnya namun keduanya bisa saling memberikan support untuk kebaikan bersama dalam hal ini suami istri bukan lagi sebagai pribadi yang terpisah seperti dalam konsep kehidupan “AKU” atau “KAMU” akan tetapi secara sadar tanpa paksaan dari pihak manapun suami istri telah meleburkan diri untuk berada atau berperan kedalam konsep kehidupan “KITA” dan “KAMI”.
Konsep Kehidupan “AKU”.
Ketika interaksi sosial di rumah tangga suami istri masih memposisikan dirinya masing-masing sebagai “AKU” menunjukan bahwa kedua insan yang sudah sepakat membina hidup bersama tersebut sebagai pribadi yang terpisah dan berbeda.
Dengan konsep “AKU” suami istri di banyak perannya di rumah tangga akan merasa diri mereka sebagai pribadi yang lebih baik atau lebih sempurna sementara yang lainnya dianggap sebagai pribadi yang tidak dapat berbuat apa-apa (lemah).
“Konsep “AKU” bila sering dan biasa dipergunakan saat berinteraksi sosial di rumah tangga berkecenderungan menjadi pemicu konflik antara suami istri. Sebisanya untuk keharmonisan berumah tangga agar berjalan bahagia dan harmonis agar bisa dihindari.
Hal-hal yang biasa terungkap ketika konsep “AKU” dipergunakan suami istri di interaksinya akan muncul ungkapan seperti kalau bukan karena saya, hanya aku yang bisa, aku segala-segalanya di rumah ini, aku telah banyak berbuat dan ungkapan lainnya yang negatif yang melemahkan peran salah satu pihak.
Konsep Kehidupan “KAMU”
Konsep “KAMU” tidak berbeda jauh dari Konsep “AKU”. Konsep “KAMU” bila dipergunakan dalam interaksi sosial di rumah tangga meringankan lisan salah satu pihak untuk menyalahkan (mengkambing hitamkan) bahkan menuding pihak lain sebagai pribadi tidak bertanggungjawab atau sebagai sumber masalah.
Suami istri tidak selamanya ingin disalahkan atau dikambing hitamkan bila ada persoalan di rumah tangga. Ketika salah satu pihak suami atau istri sering dituding sebagai pribadi yang selalu disalahkan tanpa bisa dipahami dengan baik dan bijak berdampak menyakitkan bagi salah satu pihak. Karena berkecenderungan tinggi untuk menimbulkan konflik dalam rumah tangga Konsep “KAMU” agar bisa diabaikan atau dihindari untuk dipergunakan.
Konsep Kehidupan “KITA”
Konsep “KITA” bila dipergunakan dalam interaksi di rumah tangga oleh pasutri akan memberikan banyak hal yang baik dan positif bagi rumah tangga. Keharmonisan, kedamaian, kenyamanan, kesejahteraan, kerjasama, perhatian dan kasih sayang yang tulus ikhlas akan bisa diraih bila Konsep “KITA” sering dipergunakan.
Konsep Kehidupan “KITA” pada prinsipnya mengajak kedua belah pihak (suami istri) untuk saling bersama memberikan peran. Dalam Konsep Kehidupan “KITA” kedua belah pihak dalam rumah tangga memiliki fungsi dan kesetaraan yang sama.
Konsep Kehidupan “KITA” senada dengan Visi dan Misi yang rumah tangga inginkan wujudkan yaitu menyatukan kedua insan yang berbeda untuk berbuat dan terlibat yang sama untuk kebaikan dan keharmonisan keluarga. Segala suka dan duka atau pun ujian dan cobaan yang datang menerpa kehidupan berumah tangga akan dilewati dan dihadapi bersama.
Di Konsep Kehidupan “KITA” keberadaan masing-masing pihak (suami istri) sangat dihargai dan dihormati. Dengan konsep ini bila bisa diibaratkan suami istri dalam rumah tangga layaknya pribadi yang saling menyatu tanpa bisa diabaikan, mereka berbuat dan berperan yang sama untuk kebaikan bersama.
“Konsep Kehidupan “KAMI”
Konsep Kehidupan “KAMI” juga tidak jauh berbeda dari Konsep Kehidupan “KITA” yaitu berkecenderungan untuk menyatukan semua pihak di rumah tangga (suami istri) untuk berperan dan terlibat bersama bagi kebaikan rumah tangga.
Hanya saja hal yang menjadi penekanan dari Konsep Kehidupan “KAMI” adalah bahwa masing-masing pihak saat interaksi sosial yang berlangsung baik di rumah ataupun di luar rumah harus saling mengenalkan satu dengan lainnya. Sebagai misal saat berinteraksi sosial suami mengenalkan istrinya dan istri mengenalkan suaminya kepada pihak lain didepannya.
Pengenalan yang dilakukan menyebabkan eksistensi masing-masing pihak (suami istri) akan lebih diakui dan diterima secara luas oleh banyak pihak (masyarakat) di luar lingkungan rumah tangga (keluarga).
Dari uraian dimaksud mari kita bangun keluarga yang tentram dan harmonis yang dalam banyak hal bisa beperan kebaikan yang lebih tidak hanya bagi diri sendiri (keluarga) namun juga bagi orang lain di sekitar ki_
_—————–++
Penulis: Konsultan Psikologi pada Lembaga Konsultasi dan Bimbingan Psikologi “Buah Hati”, juga sebagai Koordinator Sub Bagian Komunikasi Pimpinan Bagian Prokopim Setda Dompu dan aktif sebagai Anggota PPM Kabupaten Dompu.