Tumpas “Iblis” di Pupuk Bersubsidi
Catatan : Sarwon Al Khan *)
PUPUK bersubsidi merupakan salah satu kebutuhan mendasar petani dalam sejumlah usaha produksi pertaniannya. Sayangnya, tengara permainan “iblis” dalam “lingkaran setan” telah menyiksa petani. Para petani sangat merasakan dampak (akibat) permainan terkutuk itu.
Setiap tahun para petani di Kabupaten Dompu dan di berbagai daerah dihantui dan didera persoalan pupuk. Khususnya pupuk bersubsidi. Masalahnya sudah mengklasik. Ibarat penyakit, kondisinya sudah kronis. Stadium empat.
Setiap tahun pula bahan kebutuhan pokok petani itu mengalami kelangkaan. Sejumlah petani sempat menyebut, oknum-oknum pengecer diduga kerap menjualnya ke luar wilayah RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani).
Selain itu, juga dampak dari kelangkaan, harganya membumbung tinggi. Tidak main-main, harga pupuk bersubsidi di Bumi Nggahi Rawi Pahu sampai menembus Rp. 175 ribu per sak.
Itu jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Yakni melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 49 Tahun 2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi.
Terbaru, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Meski Permentan 49/2020 itu telah berjalan hampir dua tahun, kondisi di lapangan (di daerah-daerah) masih memprihatinkan. Oknum-oknum pengecer nakal di daerah, masih mengabaikan dengan regulasi tersebut.
Khususnya di Kabupaten Dompu. Para petani di sana, terutama di wilayah bagian timur, merasa sudah lama dirugikan dan dipermainkan oleh beberapa oknum pengecer zalim.
Karena itulah, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPRD Kabupaten Dompu, puluhan petani dan pemuda dari Dompu timur menuntut agar oknum-oknum pengecer nakal segera diproses dan dicabut izinnya. Prilakunya dinilai brengsek. Mengais keuntungan di atas penderitaan rakyat petani.
• HET Sesungguhnya
Semua elemen masyarakat, terutama petani, perlu mengetahui berapa sesungguhnya HET pupuk-pupuk bersubsidi.
Berdasarkan Permentan 49/2020, harga Pupuk Urea hanya Rp. 2.250 per Kg atau Rp. 112.500 per karung. Pupuk ZA harganya Rp. 1.700 per Kg atau Rp. 85.000 per karung.
Sementara jenis SP-36 harganya Rp. 2.400 per Kg atau 120.000 per karung, NPK Phonska Rp. 2.300 per Kg atau Rp. 115.000 per karung, dan Petrogani Rp. 800 per Kg atau 32.000 per karung.
Dalam Permentan itu juga (antara lain) mengatur tiga hal;
Pertama, Harga Eceran Tertinggi (HET) berlaku untuk pembelian pupuk bersubsidi oleh petani yang melakukan usaha tani sebagai berikut:
a. Petani tanaman pangan perkebunan hortikultura dan/atau peternakan dengan luasan paling luas 2 hektare setiap musim tanam.
b. Petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada lahan Perluasan Areal Tanaman Baru (PATB).
c. Pembudidaya ikan dengan luasan usaha budidaya paling luas satu hektare setiap tahun.
Kedua, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang:
a. Tergabung dalam kelompok tani.
b. Terdaftar dalam sistem e-RDKK.
c. Menunjukkan identitas atau kartu tanda penduduk D mengisi form penebusan pupuk bersubsidi.
Ketiga, pembelian dilaksanakan di penyalur Lini IV (Kios Resmi PT. Pupuk Indonesia) secara tunai dan diambil sendiri dalam kemasan sebagai berikut:
a. Urea, ZA, SP-36, Phonska: 50 Kilogram
b. Petroganik: 40 Kilogram.
• Tinggal Dua Jenis Pupuk Subsidi
Itu menurut Permentan 49/2020, regulasi lama. Sedangkan regulasi barunya, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Dalam Permentan 10/2022 disebutkan, pupuk bersubsidi dari pemerintah tinggal dua jenis. Urea dan NPK Phonska.
Sekda Kabupaten Dompu Gatot Gunawan P. Putra dan Kadistanbun Muhammad Syahroni menjelaskan hal itu di WAG LakeyNews.Com, Minggu (31/7) malam ini.
Kata mereka, pada 19 Juli lalu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan melaksanakan rapat koordinasi (Rakor). Rakor nasional secara zoom meeting itu membahas Tata Pengelolaan Pupuk Bersubsidi. Bagaimana hasilnya?
Merujuk pada Permentan Nomor 10 Tahun 2022, paling tidak, ada dua hal mendasar yang berubah terkait tata kelola pupuk bersubsidi, jika dibandingkan regulasi sebelumnya.
Pertama, pada regulasi sebelumnya, ada lima jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Yaitu Urea, NPK Phonska, SP-36, ZA dan Pupuk Organik.
Namun, dengan regulasi baru (Permentan Nomor 10/2022), pupuk bersubsidi hanya tinggal dua jenis, Urea dan NPK Phonska. Ketentuan ini akan efektif berlaku atau terhitung mulai tanggal 30 September 2022.
Dan, perubahan kedua, hanya sembilan komoditi yang boleh mendapatkan (diperuntukan) pupuk bersubsidi, yaitu:
– Tiga Komoditi Tanaman Pangan; Padi, Jagung dan Kedelai
– Tiga Komodiri Hortikultura; Cabai, Bawang Merah dan Bawang Putih, dan
– Tiga Komoditi Perkebunan; Tebu Rakyat, Kakao dan Kopi.
Artinya, jika regulasi sebelumnya, pupuk bersubsidi masih bisa dikonsumsi oleh Subsektor Perikanan (tambak) dan Subsektor Peternakan (hijauan makanan ternak), maka mulai 30 September mendatang hal itu sudah tidak diperbolehkan lagi.
Tulisan ini menjadi pengingat, sekalian pencerahan bagi para petani khususnya, dan semua elemen masyarakat pada umumnya.
Harapannya, agar masyarakat petani tidak terus menerus dirugikan oleh praktik licik dan picik oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Dengan demikian, dapat sama-sama berkontribusi dalam memantau dan mengawasi penjualan/penyaluran pupuk bersubsidi. Sehingga, harganya sesuai dengan HET dan pendistribusian tepat sasaran.
Jika menemukan, praktik-praktik yang bertentangan dengan Permentan 49/2020, Permentan 10/2022 dan peraturan lainnya, patut ditumpas bersama. Laporkan ke Pemkab (Dinas Perindag) Kabupaten Dompu dan/atau pihak terkait lainnya.
Katakanlah itu diduga dilakukan oknum-oknum pengecer atau distributor. Tentu saja harus disertakan bukti-bukti dan fakta-fakta pendukung. Sehingga laporan layak ditindaklanjuti pemerintah.
Semoga kegalauan, kerisauan, kegelisahan dan keresahan kaum tani, kerugian dan kezaliman terhadap mereka sesegera mungkin disudahi. Wallahu’alam bissawaab! (*)
*) Penulis adalah Wartawan dan Pemred Lakeynews.com, serta Ketua DPD Media Independen Online (MIO) Indonesia Kabupaten Dompu.