Dompu – Metrodompu.com
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Syirajuddin, SH, mendorong Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Gubernur dan Bupati/Walikota agar menindaktegas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat langsung politik praktis terutama menjelang Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang.
Pernyataan tersebut disampaikan Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut via Whatsaap (WA) dengan metrodompu.com, ketika menanggapi beredarnya informasi ASN yang ikut mendukung maupun turut mengkampanyekan calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Wakil rakyat yang berasal dari Kempo Dompu ini lebih menegaskan bahwa “Beragam sanksi mengancam Aparatur Sipil Negara atau ASN termasuk PNS jika tidak menjaga netralitas dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Apalagi saat ini sudah mulai memasuki masa persiapan bagi para calon kepala daerah.
Untuk tingkatan hukuman yang diberikan tidak lagi ringan, namun sanksi sedang hingga berat bakal disematkan kepada ASN yang terbukti terlibat langsung politik praktis”.
Lebih lanjut Bang Judin, panggilan familiarnya mengatakan ‘Untuk diketahui, Netralitas ASN dan Aparatur Desa diatur dalam Pasal 282 dan pasal 283 ayat 1 dan 2 serta pasal 494 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bagi yang melanggar bisa dikenakan sanksi dengan ancaman hukumannya satu sampai enam bulan kurungan penjara.
Sanksi lainnya antara lain diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 a quo, dilarang melibatkan pejabat BUMN/BUMD, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, serta kepala desa/lurah dan perangkat desa/kelurahan atau sebutan lainnya.
Disebutkan dalam pasal 189 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 a quo, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 600 ribu dan paling banyak Rp. 6 juta.
Selain sanksi tersebut, sanksi kedisiplinan ASN juga akan diberikan sesuai dengan tingkatan pelanggarannya. Bisa diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat maupun pencopotan jabatan, bahkan sanksi terberat yakni pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH), jelas Bang Judin mengakhiri. (MD-01)